Dua Puluh Empat.

Perdebatan akan akhir yang masih abu-abu.

Acap kali manusia berkata, “Jangan malu bertanya, nanti kamu sesat di jalan.” Kala itu, aku merasa sudah berada   di jalan yang   benar;   proses yang semestinya;  halangan yang seharusnya. Ternyata, semua itu keliru; semua itu sembrono; berlagak.

Jiwa raga ini telah luput rasa lelah; letih; lesu. Namun, hati ini menjerit, “Aku tidak begitu.” berulang-ulang. Jiwa raga membalas, “Bertahanlah meski masih angan-angan, kawan.” dengan tidak terburu nafsu. Aku berlagak menjadi penengah di antara perdebatan itu, “Mengapa kalian tidak    bersatu padu?    Kita tidak bisa seperti ini terus-menerus.”    Kataku.

Hati mengeluh, “Aku melangut pada rasa gembira, aku rindu kedamaian, aku capai berjalan tanpa arah yang benar, aku capai berharap, aku tidak sekuat dan sesabar itu.” 

Jiwa raga membalas, “Kawan, keluhanmu hanyalah asap rokok yang memerihkan mata. Semua itu bisa diatasi, tetapi ia tetap harus ada untuk mencapai kenikmatan itu. Aku sudah terbiasa dengan keluhanmu. Pada akhirnya, kita hanya butuh menepi sejenak untuk meredam letih. Aku tidak berkeberatan berapa lama dan berapa kali kita harus menepi, seberapa panjang perjalanan ini, dan seburuk apa halangan itu. Aku menaruh kasih sayang kepada proses, aku mencintai ia dan kalian.”

Aku bertanya kepada-Nya “Tuhan, di manakah kau berada? Terdengarkah perdebatan ini tiap malam? Apakah kau binatang tak bertulang yang selalu berlindung di balik batu? Aku sudah percaya padamu, aku sudah berserah padamu, aku sudah setia padamu, tetapi di mana kau berada? Aku belum juga mendengar arahanmu.”

Perdebatan kami selalu diakhiri dengan setengah hati, dengan nada menderu, raut wajah tak beraturan, tangis tertegun, kami sepakat menjawab: ya, sudahlah. Suatu hari nanti, kami berharap Tuhan berbunyi: Sabar. Sedikit lagi kamu sampai, Nak. Suatu hari nanti juga, kami berharap dapat menemukan akhir yang elok itu, Akhir tanpa kesedihan, akhir yang hanya dihuni kedamaian, dan akhir di mana semua makhluk hidup tak harus bergantung dengan sejenisnya dan harta.

24.

Masih menunggu; sabar; tabah.

Selamat ulang tahun, kita.


Keith Edward

Head of Production at Makna Talks

Previous
Previous

You're not left behind, you’re going at your own pace.