You're not left behind, you’re going at your own pace.

Welcoming the new year with intrusive thoughts about self doubt while nonchalantly cheering on your IG stories to commemorate 2023 with the hashtag new year new me in hopes that this is the year you finally be “the person” your parents and little siblings think you are? Same here. 

Seringkali kita mendengar kata kata seperti ‘Tapi, kan setiap orang berbeda beda dan mempunyai keunikan mereka sendiri.’ ya, tapi itu tidak merubah fakta kalo saya merasa bahwa teman teman sebaya saya sudah 1, bahkan 2 langkah lebih depan dibandingkan saya. Jadi, apakah kalimat yang sering diucapkan itu valid, Atau ada hanya untuk membuat diri kita merasa lebih baik aja sih? Keinginan untuk dapat “loncat” menuju titik dimana diri kita sukses bukan lah suatu hal yang jarang, terutama jika kita melihat orang yang yang sebaya sudah ada di titik itu (dari kacamata kita). Ngebandingin diri sendiri dengan orang lain memang suatu hal yang sulit untuk dihindari, bagaimana tidak? cara paling mudah untuk menjadi tolak ukur perkembangan kita sebagai manusia ya dengan melihat manusia lain yang sebaya. Hal ini cenderung membuat banyak orang menjadi khawatir karena merasa tertinggal dengan teman-temannya yang sudah ‘sukses’. Salah satu korban overthinking akan hal ini adalah tidak lain dan tidak bukan saya sendiri. Saya memulai kehidupan perkuliahan di tahun 2016 dan dua tahun kemudian saya pindah jurusan di kampus yang sama. Maju ke tahun 2020, mayoritas teman saya sudah lulus dan mulai pusing mencari kerja, sedangkan saya? Masih duduk di bangku kelas dan musingin tugas kuliah. Apakah hal ini membuat saya jadi down? Stress? Sedih? Merasa hidup stagnan di tidak berkembang? Tentu saja iya! Tapi apakah hal ini menjadi hambatan untuk saya terus maju dan berkembang? Oh tentu saja iya! (orangnya gampang stress hehe hampura) 

Rasa tertinggal bukan suatu rasa yang asing bagi saya. Semenjak masih duduk di bangku SMA, saya sering merasa tertinggal dengan teman teman sebaya saya.  Kalo kata orang, masa SMA itu, masa yang paling tak bisa dilupakan, the golden years, 3 tahun terakhir sebagai anak sekolahan yang seru abis deh pokoknya. Tapi nyatanya, masa SMA saya gak seseru yang orang orang bilang tuh. Saya memang berasal dari keluarga yang strict dan juga protektif, saya gak bisa ngerasain serunya nongkrong sampe tengah malem, untuk izin keluar rumah aja susah, bukan nya jadi pentolan malahan jadi anak rumahan. Saya selalu iri dengan teman sebaya saya, untuk umuran anak SMA, mereka sudah mandiri dan tidak mengandalkan orang lain, dan pastinya mereka sudah lebih dewasa dibanding saya. Hingga saya duduk di bangku kuliah, rasa tertinggal tetap masih menghantui saya sampai hari ini, secara saya sudah memasuki umur 20 an. Banyak orang orang yang sebaya dengan saya yang sudah mencapai banyak hal di hidup mereka. Ada yang sudah menikah, ada yang sudah lulus kuliah, punya anak, punya pekerjaan dan pencapaian-pencapaian lainya..

Tapi, sebenarnya wajar gak sih untuk merasa left behind? yup! Pastinya jawaban nya adalah wajar, banyak orang diluar sana yang merasakan apa yang kita rasakan. Harus kita sadari juga, overthinking dan membanding-bandingkan diri kita dengan orang yang sebaya memanglah wajar, tapi bukanlah suatu hal yang patut dinormalisasi.

Salah satu faktor dari kemunculan rasa ini adalah standar dari mainstream society, banyak sekali standar yang bisa membuat hidup kita terasa seperti lomba yang tiada habisnya, setiap kali kita mencapai suatu hal, pasti langsung kebalap dan terkalahkan dengan orang lain. jadi sebenarnya yang kita ingin capai itu goals kita sendiri, atau goals yang sudah diterapkan oleh standar sosial? menurut saya, faktor terbesar yang sering banget memicu overthinking adalah the comparison game atau sifat membanding-bandingkan, cukup nilai rapot kamu aja yang dibandingin sama anak tetangga, tapi jangan masa depan dan cita cita juga!

Dulu saya sering sekali melihat orang yang sebaya dengan saya dan berfikir ; “wah, Si B sudah masuk ke kuliah kedokteran, dia jauh lebih baik dan pintar dari saya.” tapi nyatanya saya adalah orang yang sedang berjuang di bidang yang sangat berbeda dari nya. Berdasarkan hal tersebut saya menyadari adanya logical fallacy, selama ini saya mengukur kesuksesan saya atas keberhasilan orang lain dan bukan keberhasilan saya sendiri, toh anak kedokteran gak mungkin memiliki kemampuan yang lebih baik di bidang Hukum Internasional, dan Vice versa. 

Mungkin ini akan terdengar seperti hal yang sepele dan terlalu sering diucapkan, namun nyatanya semua orang mempunyai kemampuan dan keunggulan nya masing-masing. Comparing mempunyai peran yang sangat besar dalam mengapa kita seringkali merasa tertinggal dengan orang orang sebaya dengan kita. So, stop nge banding-bandingkan! jangan jadikan keberhasilan orang lain sebagai ancaman bagi kita, jadikan itu motivasi untuk mulai fokus kepada apa yang harus kita tekuni untuk mencapai tujuan kita


Saya rasa kita semua masih sering sekali merasa tertinggal dengan orang-orang sebaya disekitar kita, sekarang saya memang belum lulus, dan saya juga belum bisa mendapatkan kerja seperti teman teman saya yang lain, and that’s totally okay. perlu diingat kalo hidup itu bukan perlombaan, melainkan perjalanan yang harus ditempuh pelan pelan. Kita semua ditempatkan di bumi ini dengan tujuan dan purpose yang berbeda.

You're not left behind, you’re going at your own pace.

Ihsan Dhiya

If you need a ghost writer, hit up +62 821 4690 1303

http://www.instagram.com/ihsandhiya
Previous
Previous

The Myth of Progress

Next
Next

Dua Puluh Empat.